Kelompok VI
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN TASAWUF IBNU ‘ARABI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf
Dosen: DR. H. JIRHANUDDIN
Disusun oleh
MUKARAMAH
NIM: 1504120424
NUR JANAH
NIM: 1504120432
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016 M
A.
Pendahuluan
Doktrin Ibnu Arabi tentang Wahdatul Wujud (kesatuan wujud) dan
insan kamil (manusia sempurna) mewarnai keragaman pemikiran tentang tasawuf dan
juga merupakan tokoh tasawuf yang fenominal dalam peradaban Islam. Perbedaan
dalam pandangan tasawuf merupakan hal biasa, karena para ahli sufi untuk
mendekatkan diri kepada Tuhannya dengan jalan dan cara yang berbeda-beda.
Terlebih tema-tema yang diusung menyangkut hakikat dan makna hidup yang tak
pernah berhenti. Terpinggirkannya pemikiran dan ajaran Ibnu Arabi karena
terbatasnya para pengikutnya dan literatur yang tersebar serta karakteristik dengan bahasa agama yang
berbenturan dengan bahasa budaya perpaduan dan tradisi tasawuf dengan
mengekspresikan pengalaman, penghayatan komitmen dan konsep keragaman dimensi metafisis
transendental. Dengan demikian memahami pemikiran tasawuf Ibnu Arabi yang
fenomenal akan menambah khazanah ke ilmuan dan mengambil hikmah dari sejarah
kehidupan dan pemikiran seorang tokoh tasawuf.
B.
Biografi Ibn ‘Arabi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad bin Muhyiddin al-Hatimi
al-Ta’i al-Andalusi. Di Andalusi (Barat) dia dikenal dengan nama Ibn ‘Arabi,
tanpa alif-lam (bukan Ibnu al-Arabi). Dia biasa juga disebut dengan
al-Qutb, al-Gaus, al-Syaikh al-Akbar, atau al-Kibrit al-Ahmar. Dia lahir pada
tanggal 17 Ramadhan 560 H./28 Juli 1163 M. di Murcia, Andalusia Tenggara dan
meninggal pada tanggal 28 Rabiul akhir 638 H./60 november 1240 M.[1]
Ibn ‘Arabi berasal dari keluarga berpangkat, hartawan dan ilmuwan
di Mercia, Andalusia Tenggara. Ketika ia berumur 8 tahun keluarganya pindah ke
Sevilla, tempat dimana ia mulai menuntut ilmu dan belajar al-Qur’an, Hadits dan
fiqih bersama sejumlah murid pada seorang faqih terkenal di Andalusia,
Ibn Hazm al-Jahiri. Setelah berumur 30 tahun mulailah dia berkelana ke berbagai
kawasan Andalusia dan kawasan ilmu bagian Barat. Di berbagai daerah ini dia
belajar kepada beberapa orang sufi, diantaranya Abu Madyan al-Gaus
al-Talimsari. Kemudian selama beberapa waktu dia pergi
bolak-balik/mondar-mandir antara Hijaz, Yaman, Syria, Iraq dan Mesir. Akhirnya
pada tahun 620 Hijriah dia menetap di Hijaz hingga akhir hayatnya. Makamnya
sampai saat ini tetap terpelihara dengan baik disana.[2]
C.
Pendidikan Ibnu ‘Arabi
Ibn Arabi
mendapatkan pendidikan dan guru terbaik dan juga memperoleh keseluruhan
pengetahuan agama yang diajarkan. Era kehidupan Ibn Arabi adalah masa-masa
puncak kepopuleran ilmu-ilmu agama Islam di Andalusia (Spanyol-Islam) dan
masa-masa puncak meningkatnya kegiatan-kegiatan penelitian dan pendidikan. Ibn
Arabi bahkan mendapatkan pelajaran tambahan melalui guru-guru privat yang
dipanggil ke rumah karena keluarganya
memang cukup mampu untuk itu. Karena itu, Ibn Arabi tumbuh menjadi pemuda yang
penuh potensi dan menjelang dewasa ia telah mahir dengan semua pengetahuan
keagamaan.[3]
Yang membuat Ibn Arabi menjadi sangat ketermuka karena konsentrasi dan
pendalamannya yanag serius dan istiqomah dalam bidang spiritualitas yang
kemudian mengantarkannya pada pencapaian pemahaman Islam yang benar-benar
menyeluruh dan komprehensip, yang lalu ia tuangkan dalam lembaran
karya-karyanya yang sangat banyak.
Adapun tentang
pendidikan syariatnya, dikatakan bahwa pendidikan Ibn Arabi memang didomenasi
dengan pelajaran Al-Qur’an dan Hadist dengan intensivitas yang jauh dari
seimbang dibandingkan studinya dalam bidang fiqih dan syariat. Akan tetapi
informasi tentang sedikitnya kuantitas studi syariat Ibn Arabi ini tidak
didukung oleh kenyataan betapa mendalamnya perhatian Ibn Arabi tehadap
permasalahan syariat dan begitu terperincinya ia mendiskusikan topik ini dalam
kitab-kitabnya. Sebagaimana diterangkan Chodkiewicz, topik syariat dan fiqih
dalam kitab Al-Futuhat Al-Makkiyyah Ibn Arabi yang menghabiskan lebih
dari 1500 halaman apa bila dicetak dalam format buku yang umum.[4]
D.
Karya-karya Ibn ‘Arabi
Dalam Concise
Encyclopaedia of Arabic Civilization disebutkan jumlah karya Ibn ‘Arabi mencapai
300 buah, dan hanya 150 buah yang dapat dijumpai. Dari semua itu hanya sebagian
kecil yang disebutkan dan dari buku-bukunya yang dapat ditemui hingga sekarang
ada dua buah yang sangat terkenal yang menggambarkan corak ajaran tasawufnya,
yaitu Al-Futuhat Al-Makkiyah dan Fusus Al-Hikam. Dr. Muhammad
Yusuf Musa mengatakan, kitab Al-Futubat dan Fusus merupakan
sumber utama bagi siapa yang ingin menkaji ajaran tasawuf Ibn ‘Arabi. Menurut
Ibn Arabi, kitabnya Al-Futuhat Al-Makkiyah adalah imla dari Tuhan
dan kitabnya Fusus Al-Hikmah adalah pemberian Rasulullah saw.[5]
Posisinya yang begitu tinggi dalam kalangan tasawuf, membuatnya sampai digelari
al-Syaikh al-Akbar. Sebagian kaum Skolastik di Eropa mengenalnya dengan
baik, semisal Raymond Lull.[6]
Secara
kronologis, berikut ini adalah daftar karya-karya Ibnu Arabi:
1.
Mashahid
al-Asrar al-Qudsiyya (Contemplations of the Holy Mysteries) (Written in
Andalusia, 590/1194).
2.
Al-Tadbirat
al-Ilahiyya (Divine Governance of the Human Kingdom). Written in Andalusia.
3.
Kitab
Al-Isra (The Book of Night Journey). Written in Fez, 594/1198.
4.
Mawaqi
al-Nujun (Settings of the Stars). Writen in Almeria, 595/1199.
5.
Anqa
Mughrib (The Fabulous Gryphon of the West), Written in Andalusia, 595/1199.
6.
Insha
al-Dawa’ir (The Description of the Encompassing Circles). Written in Tunis,
598/1201.
7.
Mishkat
al-Anwar (The Niche of Lights). Written in Mecca, 599/1202/03.
8.
Hilyat
al-Abdul (the Adornment of the Substitutes). Written in Taif, 599/1203.
9.
Ruh
al-Quds (The Epistle of the Spirit of Holiness0. Written in Mecca, 600/1203.
10.
Taj
al-Rasail (The Crown of Epistles). Written in Mecca, 600/1203.
11.
Kitab
al-Alif, Kitab al-Ba’, Kitab al-Ya. Written in Yerusalem, 601/1204.
12.
Tanazzulat
al-Mawsiliyyai (Descents of Revelation). Written in Mosul, 601/1205.
13.
Kitab
al-Jalal wa al-Jamal (The Book of Majesty and Beauty). Written in Mosul,
601/1205.
14.
Kitab
Kunh ma la budda lil murid minhu (What is essential for the seeker). Mosul,
601/1205.
15.
Fusus
al-Hikam (Vessels of Wisdom). Damascus, 627/1229.
16.
al-Futuhat
al-Makkiyya (Meccan Illuminations). Mecca, 1202-1231 (629).[7]
E.
Ajaran Tasawuf Ibnu ‘Arabi
Diantara ajaran
terpenting Ibn ‘Arabi adalah tentang kesatuan wujud (Wahdat al-Wujud) yaitu
paham bahwa manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Ibn
‘Arabi adalah tokoh pertama penyusun paham kesatuan wujud dalam tasawuf. Aliran
ini pada dasarnya berlandaskan tonggak-tonggak rasa, sebagaimana terungkap
dalam perkataanya: “Maha Suci Dzat yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia
adalah segala sesuatu itu sendiri. Ungkapan terkenal para penganut kesatuan
wujud, lewat ucapan Ibn ‘Arabi tersebut, timbul karena mereka tidak bisa
menerima pendapat tentang penciptaan dari suatu ketiadaan (creation ex
nibilo), mereka menolak kepercayaan bahwa pada suatu masa, alam mengada
dari ketiadaan. Persoalan ini bagi kaum sufi yang tidak menganut paham kesatuan
wujud dikenal sebagai “masalah penciptaan alam”.[8]
Menurut paham ini bahwa setiap sesuatu yang ada memiliki dua aspek, yaitu aspek
luar dan aspek dalam. Aspek luar disebut makhluk (al-khalaq) aspek dalam
disebut Tuhan (al-haqq). Menurut paham
ini aspek yang sebenarnya ada hanyalah aspek dalam (Tuhan) sedangkan aspek luar
hanyalah bayangan dari aspek dalam tersebut. Sebagaimana doktrin-doktrin beliau
dalam kitab Futuhad Al-Makiyyah dan Fushush Al-hikam esensi ketuhanan bagi Ibnu
Arabi adalah segala yang ada yang bisa dipandang dari dua aspek: (1) sebagai
esensi murni, tunggal dan tanpa atribut (sifat) dan, (2) sebagai esensi yang
dikaruniai atribut.
Menurut Ibn
Arabi wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya
adalah wujud khaliq pula. Tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi
hakikat. Adapun kalau ada yang mengira bahwa antara wujud khaliq dan makhluk
ada perbedaan, hal itu dilihat dari sudut pandang panca indra lahir dan akal
yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-Nya
dari kesatuan dzatiah yang segala sesuatu berhimpun pada-Nya.[9]
Menurutnya wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah
hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut khaliq
dan wujud baru yang disebut makhluk. Kalau antara khaliq dan makhluk bersatu
dalam wujudnya mengapa terlihat dua. Ibn Arabi menjawab “sebabnya adalah tidak
memandang dari sisi yang satu tetapi memandang keduanya dengan pandangan bahwa
keduanya adalah khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi yang satu.”
Ibn ‘Arabi juga
mengemukakan teori tentang “Manusia Sempurna” (al-Insan al-Kamil) atau
hakekat Muhammad (al-haqiqah al-Muhammadiyyah), yang didasarkan
pada paham kesatuan wujud. Manusia sempurna menurut Ibn ‘Arabi adalah alam
seluruhnya. Karena Allah ingin “melihat substansi-Nya dalam alam seluruhnya,
yang meliputi seluruh hal yang ada, yaitu karena hal ini bersifat wujud serta
kepadanya itu Dia mengemukakan rahasia-Nya.” Maka kemunculan manusia sempurna
adalah esensi kecemerlangan cermin alam. Ibn ‘Arabi membedakan manusia sempurna
menjadi dua. Pertama, manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai
manusia baru. Kedua, manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai manusia
abadi. Karena itu, dalam deskripsi Ibn ‘Arabi manusia sempurna adalah “manusia
baru yang abadi, yang muncul, bertahan, dan abadi.[10]
Bagi Ibn ‘Arabi
tegaknya alam justru oleh manusia sempurna dan “alam ini akan tetap terpelihara
selama manusia sempurna masih ada.” Manusia sempurna atau hakekat Muhammad,
dengan kata lain adalah sumber seluruh hukum, kenabian, semua wali, atau
individu-individu manusia sempurna (yaitu para sufi yang wali). Di sini jelas
bahwa ia telah terpengaruh oleh ide al-Hallaj tentang terdahulunya Cahaya
Muhammad, karena tidak seorangpun yang telah memperbincangkan ide ini sebelum
al-Hallaj. Juga terlihat bahwa Ibn ‘Arabi telah terpengaruh oleh ide
Neo-Platonisme dan berbagai sumber filsafat lain yang ditelaahnya.[11]
Pendapat Ibn ‘Arabi tentang manusia sempurna atau hakekat Muhammad membuatnya
sampai pada pandangan tentang kesatuan agama-agama. Sebab, menurutnya sumber
agama-agama itu satu, yaitu hakekat Muhammad. Konsekuensinya, semua agama
adalah tunggal dan semuanya itu kepunyaan Allah. Dan seorang yang benar-benar
arif adalah seorang yang menyembah Allah dengan setiap bidang kehidupannya.
Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa ibadah yang benar adalah hendaknya
seorang hamba memandang semua apapun sebagai termasuk ruang lingkup realitas
Dzat yang Tunggal, yaitu Allah, sebagimana yang dikemukakan dalam liriknya
berikut:
Dulu
tidak kusenangi temanku
Jika
agamanya lain dari agamuku
Kini
kalbuku bisa menampung semua
Ilalang
perburuan kijang atau biara pendeta
Kuil
pemuja berhala atau Ka’bah haji berdatangan
Lauh
Taurat atau mushaf al-Qur’an
Kupeluk
agama cinta, ke manapun yang ku tuju
Kendaraanku,
cinta, yalah agamaku dan imanku
Dan ucapannya pula:
Terhadap
Khalik, makhluk pun memeluk semua yang dipercaya
Dan
aku memeluk semua yang mereka percaya
F.
Kesimpulan
Nama lengkap
Ibn Arabi adalah Abu Bakr Muhammad bin Muhyiddin al-Hatimi al-Ta’i al-Andalusi.
Di Andalusi (Barat) dia dikenal dengan nama Ibn ‘Arabi, tanpa alif-lam
(bukan Ibnu al-Arabi). Dia biasa juga disebut dengan al-Qutb, al-Gaus,
al-Syaikh al-Akbar, atau al-Kibrit al-Ahmar. Dia lahir pada tanggal 17 Ramadhan
560 H./28 Juli 1163 M. di Murcia, Andalusia Tenggara dan meninggal pada tanggal
28 Rabiul akhir 638 H./60 november 1240 M. Ibn Arabi mendapatkan pendidikan dan
guru terbaik dan juga memperoleh keseluruhan pengetahuan agama yang diajarkan.
Bahkan dia mendapatkan pelajaran tambahan melalui guru-guru privat yang
dipanggil ke rumah karena keluarganya
memeng cukup mampu untuk itu. Karena itu, Ibn Arabi tumbuh menjadi pemuda yang
penuh potensi dan menjelang dewasa ia telah mahir dengan semua pengetahuan
keagamaan. Secara kronologis, berikut ini adalah daftar karya-karya Ibnu Arabi:
Mashahid al-Asrar al-Qudsiyya, Al-Tadbirat al-Ilahiyya, Kitab Al-Isra, Mawaqi
al-Nujun, Anqa Mughrib, Insha al-Dawa’ir, Mishkat al-Anwar, Hilyat al-Abdul,
Ruh al-Quds, Taj al-Rasail, Kitab al-Alif, Kitab al-Ba’, Kitab al-Ya,
Tanazzulat al-Mawsiliyyai, Kitab al-Jalal wa al-Jamal, Kitab Kunh ma la budda
lil murid minhu, Fusus al-Hikam, dan al-Futuhat al-Makkiyya. Adapun ajaran tasawuf
Ibn Arabi adalah tentang Wahdatul Wujud (kesatuan wujud) dan al-Insan
al-Kamil (manusia sempurna)
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi
al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Bandung: PUSTAKA, 2003.
Asmaran, Pengantar
Studi Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.
Faqihsutan, Nurasiah, Meraih Hakikat Melalui Syariat: Telaah
Pemikiran Syekh Al-Akbar Ibn Arabi, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005.
B.
Internet
https://id.m.wikipedia.org/wiki/ibnu_arabi. https://ochamsimgl2011.blogspot.co.id/2012/03/inti_ajaran_tasawuf_ibnu_arabi.html?m=i.
[1]Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, cetakan 2, 2002, hal. 347.
[2]Ibid, hal. 348.
[3]Nurasiah faqihsutan HRP, Meraih Hakikat Melalui Sariat:Talaah
Pemikiran Syekh Al-Akbar Ibn Arabi, (Bandung:PT Mizan Pustaka, Oktober
2005), Hal 31.
[4]Ibid, Hal 32.
[5]Asmaran As, op. cit., hal. 348-349.
[6]Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung:
PUSTAKA, cetakan 3, 2003), hal. 201.
[7]https://id.m.wikipedia.org/wiki/ibnu_arabi.
(online pada hari kamis, 22 oktober2015, pukul 13.32 wib).
[8]Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, op.cit., hal. 201-202.
[9]https://ochamsimgl2011.blogspot.co.id/2012/03/inti_ajaran_tasawuf_ibnu_arabi.html?m=i.
(online pada hari kamis, 22 oktober2015, pukul 13.53 wib).
[10]Ibid, hal 204.
[11]Ibid, hal 204.
0 komentar:
Posting Komentar