Minggu, 24 Januari 2016

Biografi dan Pemikiran Tasawuf Ibnu 'Arabi

Diposting oleh Mukaramah di 20.30

Kelompok VI

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN TASAWUF IBNU ‘ARABI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf
Dosen: DR. H. JIRHANUDDIN


Disusun oleh

MUKARAMAH
NIM: 1504120424
NUR JANAH
NIM: 1504120432

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016 M

A.  Pendahuluan

Doktrin Ibnu Arabi tentang Wahdatul Wujud (kesatuan wujud) dan insan kamil (manusia sempurna) mewarnai keragaman pemikiran tentang tasawuf dan juga merupakan tokoh tasawuf yang fenominal dalam peradaban Islam. Perbedaan dalam pandangan tasawuf merupakan hal biasa, karena para ahli sufi untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya dengan jalan dan cara yang berbeda-beda. Terlebih tema-tema yang diusung menyangkut hakikat dan makna hidup yang tak pernah berhenti. Terpinggirkannya pemikiran dan ajaran Ibnu Arabi karena terbatasnya para pengikutnya dan literatur yang tersebar  serta karakteristik dengan bahasa agama yang berbenturan dengan bahasa budaya perpaduan dan tradisi tasawuf dengan mengekspresikan pengalaman, penghayatan komitmen dan konsep keragaman dimensi metafisis transendental. Dengan demikian memahami pemikiran tasawuf Ibnu Arabi yang fenomenal akan menambah khazanah ke ilmuan dan mengambil hikmah dari sejarah kehidupan dan pemikiran seorang tokoh tasawuf.






B.     Biografi Ibn ‘Arabi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad bin Muhyiddin al-Hatimi al-Ta’i al-Andalusi. Di Andalusi (Barat) dia dikenal dengan nama Ibn ‘Arabi, tanpa alif-lam (bukan Ibnu al-Arabi). Dia biasa juga disebut dengan al-Qutb, al-Gaus, al-Syaikh al-Akbar, atau al-Kibrit al-Ahmar. Dia lahir pada tanggal 17 Ramadhan 560 H./28 Juli 1163 M. di Murcia, Andalusia Tenggara dan meninggal pada tanggal 28 Rabiul akhir 638 H./60 november 1240 M.[1]
Ibn ‘Arabi berasal dari keluarga berpangkat, hartawan dan ilmuwan di Mercia, Andalusia Tenggara. Ketika ia berumur 8 tahun keluarganya pindah ke Sevilla, tempat dimana ia mulai menuntut ilmu dan belajar al-Qur’an, Hadits dan fiqih bersama sejumlah murid pada seorang faqih terkenal di Andalusia, Ibn Hazm al-Jahiri. Setelah berumur 30 tahun mulailah dia berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan ilmu bagian Barat. Di berbagai daerah ini dia belajar kepada beberapa orang sufi, diantaranya Abu Madyan al-Gaus al-Talimsari. Kemudian selama beberapa waktu dia pergi bolak-balik/mondar-mandir antara Hijaz, Yaman, Syria, Iraq dan Mesir. Akhirnya pada tahun 620 Hijriah dia menetap di Hijaz hingga akhir hayatnya. Makamnya sampai saat ini tetap terpelihara dengan baik disana.[2]

C.  Pendidikan Ibnu ‘Arabi
Ibn Arabi mendapatkan pendidikan dan guru terbaik dan juga memperoleh keseluruhan pengetahuan agama yang diajarkan. Era kehidupan Ibn Arabi adalah masa-masa puncak kepopuleran ilmu-ilmu agama Islam di Andalusia (Spanyol-Islam) dan masa-masa puncak meningkatnya kegiatan-kegiatan penelitian dan pendidikan. Ibn Arabi bahkan mendapatkan pelajaran tambahan melalui guru-guru privat yang dipanggil ke rumah  karena keluarganya memang cukup mampu untuk itu. Karena itu, Ibn Arabi tumbuh menjadi pemuda yang penuh potensi dan menjelang dewasa ia telah mahir dengan semua pengetahuan keagamaan.[3] Yang membuat Ibn Arabi menjadi sangat ketermuka karena konsentrasi dan pendalamannya yanag serius dan istiqomah dalam bidang spiritualitas yang kemudian mengantarkannya pada pencapaian pemahaman Islam yang benar-benar menyeluruh dan komprehensip, yang lalu ia tuangkan dalam lembaran karya-karyanya yang sangat banyak.
Adapun tentang pendidikan syariatnya, dikatakan bahwa pendidikan Ibn Arabi memang didomenasi dengan pelajaran Al-Qur’an dan Hadist dengan intensivitas yang jauh dari seimbang dibandingkan studinya dalam bidang fiqih dan syariat. Akan tetapi informasi tentang sedikitnya kuantitas studi syariat Ibn Arabi ini tidak didukung oleh kenyataan betapa mendalamnya perhatian Ibn Arabi tehadap permasalahan syariat dan begitu terperincinya ia mendiskusikan topik ini dalam kitab-kitabnya. Sebagaimana diterangkan Chodkiewicz, topik syariat dan fiqih dalam kitab Al-Futuhat Al-Makkiyyah Ibn Arabi yang menghabiskan lebih dari 1500 halaman apa bila dicetak dalam format buku yang umum.[4]

D.  Karya-karya Ibn ‘Arabi
Dalam Concise Encyclopaedia of Arabic Civilization  disebutkan jumlah karya Ibn ‘Arabi mencapai 300 buah, dan hanya 150 buah yang dapat dijumpai. Dari semua itu hanya sebagian kecil yang disebutkan dan dari buku-bukunya yang dapat ditemui hingga sekarang ada dua buah yang sangat terkenal yang menggambarkan corak ajaran tasawufnya, yaitu Al-Futuhat Al-Makkiyah dan Fusus Al-Hikam. Dr. Muhammad Yusuf Musa mengatakan, kitab Al-Futubat dan Fusus merupakan sumber utama bagi siapa yang ingin menkaji ajaran tasawuf Ibn ‘Arabi. Menurut Ibn Arabi, kitabnya Al-Futuhat Al-Makkiyah adalah imla dari Tuhan dan kitabnya Fusus Al-Hikmah adalah pemberian Rasulullah saw.[5] Posisinya yang begitu tinggi dalam kalangan tasawuf, membuatnya sampai digelari al-Syaikh al-Akbar. Sebagian kaum Skolastik di Eropa mengenalnya dengan baik, semisal Raymond Lull.[6]
Secara kronologis, berikut ini adalah daftar karya-karya Ibnu Arabi:
1.    Mashahid al-Asrar al-Qudsiyya (Contemplations of the Holy Mysteries) (Written in Andalusia, 590/1194).
2.    Al-Tadbirat al-Ilahiyya (Divine Governance of the Human Kingdom). Written in Andalusia.
3.    Kitab Al-Isra (The Book of Night Journey). Written in Fez, 594/1198.
4.    Mawaqi al-Nujun (Settings of the Stars). Writen in Almeria, 595/1199.
5.    Anqa Mughrib (The Fabulous Gryphon of the West), Written in Andalusia, 595/1199.
6.    Insha al-Dawa’ir (The Description of the Encompassing Circles). Written in Tunis, 598/1201.
7.    Mishkat al-Anwar (The Niche of Lights). Written in Mecca, 599/1202/03.
8.    Hilyat al-Abdul (the Adornment of the Substitutes). Written in Taif, 599/1203.
9.    Ruh al-Quds (The Epistle of the Spirit of Holiness0. Written in Mecca, 600/1203.
10.     Taj al-Rasail (The Crown of Epistles). Written in Mecca, 600/1203.
11.     Kitab al-Alif, Kitab al-Ba’, Kitab al-Ya. Written in Yerusalem, 601/1204.
12.     Tanazzulat al-Mawsiliyyai (Descents of Revelation). Written in Mosul, 601/1205.
13.     Kitab al-Jalal wa al-Jamal (The Book of Majesty and Beauty). Written in Mosul, 601/1205.
14.     Kitab Kunh ma la budda lil murid minhu (What is essential for the seeker). Mosul, 601/1205.
15.     Fusus al-Hikam (Vessels of Wisdom). Damascus, 627/1229.
16.     al-Futuhat al-Makkiyya (Meccan Illuminations). Mecca, 1202-1231 (629).[7]

E.  Ajaran Tasawuf Ibnu ‘Arabi
Diantara ajaran terpenting Ibn ‘Arabi adalah tentang kesatuan wujud (Wahdat al-Wujud) yaitu paham bahwa manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Ibn ‘Arabi adalah tokoh pertama penyusun paham kesatuan wujud dalam tasawuf. Aliran ini pada dasarnya berlandaskan tonggak-tonggak rasa, sebagaimana terungkap dalam perkataanya: “Maha Suci Dzat yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia adalah segala sesuatu itu sendiri. Ungkapan terkenal para penganut kesatuan wujud, lewat ucapan Ibn ‘Arabi tersebut, timbul karena mereka tidak bisa menerima pendapat tentang penciptaan dari suatu ketiadaan (creation ex nibilo), mereka menolak kepercayaan bahwa pada suatu masa, alam mengada dari ketiadaan. Persoalan ini bagi kaum sufi yang tidak menganut paham kesatuan wujud dikenal sebagai “masalah penciptaan alam”.[8] Menurut paham ini bahwa setiap sesuatu yang ada memiliki dua aspek, yaitu aspek luar dan aspek dalam. Aspek luar disebut makhluk (al-khalaq) aspek dalam disebut  Tuhan (al-haqq). Menurut paham ini aspek yang sebenarnya ada hanyalah aspek dalam (Tuhan) sedangkan aspek luar hanyalah bayangan dari aspek dalam tersebut. Sebagaimana doktrin-doktrin beliau dalam kitab Futuhad Al-Makiyyah dan Fushush Al-hikam esensi ketuhanan bagi Ibnu Arabi adalah segala yang ada yang bisa dipandang dari dua aspek: (1) sebagai esensi murni, tunggal dan tanpa atribut (sifat) dan, (2) sebagai esensi yang dikaruniai atribut.
Menurut Ibn Arabi wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya adalah wujud khaliq pula. Tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat. Adapun kalau ada yang mengira bahwa antara wujud khaliq dan makhluk ada perbedaan, hal itu dilihat dari sudut pandang panca indra lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-Nya dari kesatuan dzatiah yang segala sesuatu berhimpun pada-Nya.[9] Menurutnya wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut khaliq dan wujud baru yang disebut makhluk. Kalau antara khaliq dan makhluk bersatu dalam wujudnya mengapa terlihat dua. Ibn Arabi menjawab “sebabnya adalah tidak memandang dari sisi yang satu tetapi memandang keduanya dengan pandangan bahwa keduanya adalah khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi yang satu.”
Ibn ‘Arabi juga mengemukakan teori tentang “Manusia Sempurna” (al-Insan al-Kamil) atau hakekat Muhammad (al-haqiqah al-Muhammadiyyah), yang didasarkan pada paham kesatuan wujud. Manusia sempurna menurut Ibn ‘Arabi adalah alam seluruhnya. Karena Allah ingin “melihat substansi-Nya dalam alam seluruhnya, yang meliputi seluruh hal yang ada, yaitu karena hal ini bersifat wujud serta kepadanya itu Dia mengemukakan rahasia-Nya.” Maka kemunculan manusia sempurna adalah esensi kecemerlangan cermin alam. Ibn ‘Arabi membedakan manusia sempurna menjadi dua. Pertama, manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai manusia baru. Kedua, manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai manusia abadi. Karena itu, dalam deskripsi Ibn ‘Arabi manusia sempurna adalah “manusia baru yang abadi, yang muncul, bertahan, dan abadi.[10]
Bagi Ibn ‘Arabi tegaknya alam justru oleh manusia sempurna dan “alam ini akan tetap terpelihara selama manusia sempurna masih ada.” Manusia sempurna atau hakekat Muhammad, dengan kata lain adalah sumber seluruh hukum, kenabian, semua wali, atau individu-individu manusia sempurna (yaitu para sufi yang wali). Di sini jelas bahwa ia telah terpengaruh oleh ide al-Hallaj tentang terdahulunya Cahaya Muhammad, karena tidak seorangpun yang telah memperbincangkan ide ini sebelum al-Hallaj. Juga terlihat bahwa Ibn ‘Arabi telah terpengaruh oleh ide Neo-Platonisme dan berbagai sumber filsafat lain yang ditelaahnya.[11] Pendapat Ibn ‘Arabi tentang manusia sempurna atau hakekat Muhammad membuatnya sampai pada pandangan tentang kesatuan agama-agama. Sebab, menurutnya sumber agama-agama itu satu, yaitu hakekat Muhammad. Konsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semuanya itu kepunyaan Allah. Dan seorang yang benar-benar arif adalah seorang yang menyembah Allah dengan setiap bidang kehidupannya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa ibadah yang benar adalah hendaknya seorang hamba memandang semua apapun sebagai termasuk ruang lingkup realitas Dzat yang Tunggal, yaitu Allah, sebagimana yang dikemukakan dalam liriknya berikut:
Dulu tidak kusenangi temanku
Jika agamanya lain dari agamuku
Kini kalbuku bisa menampung semua
Ilalang perburuan kijang atau biara pendeta
Kuil pemuja berhala atau Ka’bah haji berdatangan
Lauh Taurat atau mushaf al-Qur’an
Kupeluk agama cinta, ke manapun yang ku tuju
Kendaraanku, cinta, yalah agamaku dan imanku
Dan ucapannya pula:
Terhadap Khalik, makhluk pun memeluk semua yang dipercaya
Dan aku memeluk semua yang mereka percaya

















F.     Kesimpulan
Nama lengkap Ibn Arabi adalah Abu Bakr Muhammad bin Muhyiddin al-Hatimi al-Ta’i al-Andalusi. Di Andalusi (Barat) dia dikenal dengan nama Ibn ‘Arabi, tanpa alif-lam (bukan Ibnu al-Arabi). Dia biasa juga disebut dengan al-Qutb, al-Gaus, al-Syaikh al-Akbar, atau al-Kibrit al-Ahmar. Dia lahir pada tanggal 17 Ramadhan 560 H./28 Juli 1163 M. di Murcia, Andalusia Tenggara dan meninggal pada tanggal 28 Rabiul akhir 638 H./60 november 1240 M. Ibn Arabi mendapatkan pendidikan dan guru terbaik dan juga memperoleh keseluruhan pengetahuan agama yang diajarkan. Bahkan dia mendapatkan pelajaran tambahan melalui guru-guru privat yang dipanggil ke rumah  karena keluarganya memeng cukup mampu untuk itu. Karena itu, Ibn Arabi tumbuh menjadi pemuda yang penuh potensi dan menjelang dewasa ia telah mahir dengan semua pengetahuan keagamaan. Secara kronologis, berikut ini adalah daftar karya-karya Ibnu Arabi: Mashahid al-Asrar al-Qudsiyya, Al-Tadbirat al-Ilahiyya, Kitab Al-Isra, Mawaqi al-Nujun, Anqa Mughrib, Insha al-Dawa’ir, Mishkat al-Anwar, Hilyat al-Abdul, Ruh al-Quds, Taj al-Rasail, Kitab al-Alif, Kitab al-Ba’, Kitab al-Ya, Tanazzulat al-Mawsiliyyai, Kitab al-Jalal wa al-Jamal, Kitab Kunh ma la budda lil murid minhu, Fusus al-Hikam, dan al-Futuhat al-Makkiyya. Adapun ajaran tasawuf Ibn Arabi adalah tentang Wahdatul Wujud (kesatuan wujud) dan al-Insan al-Kamil (manusia sempurna)


DAFTAR PUSTAKA
A.  Buku
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Bandung: PUSTAKA, 2003.
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.
Faqihsutan, Nurasiah, Meraih Hakikat Melalui Syariat: Telaah Pemikiran Syekh Al-Akbar Ibn Arabi, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005.
B.  Internet



[1]Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, cetakan 2, 2002, hal. 347.
[2]Ibid, hal. 348.
[3]Nurasiah faqihsutan HRP, Meraih Hakikat Melalui Sariat:Talaah Pemikiran Syekh Al-Akbar Ibn Arabi, (Bandung:PT Mizan Pustaka, Oktober 2005), Hal 31.
[4]Ibid, Hal 32.
[5]Asmaran As, op. cit., hal. 348-349.
[6]Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung: PUSTAKA, cetakan 3, 2003), hal. 201.
[7]https://id.m.wikipedia.org/wiki/ibnu_arabi. (online pada hari kamis, 22 oktober2015, pukul 13.32 wib).
[8]Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, op.cit., hal. 201-202.
[9]https://ochamsimgl2011.blogspot.co.id/2012/03/inti_ajaran_tasawuf_ibnu_arabi.html?m=i. (online pada hari kamis, 22 oktober2015, pukul 13.53 wib).
[10]Ibid, hal 204.
[11]Ibid, hal 204.
 

0 komentar:

 

Kumpulan Makalah, Artikel, dan Karya Tulis Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea