A. PENDAHULUAN
Ontologi
merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales,
Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara
penampakan dengan kenyataan. Thales
terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan
substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.Pembicaraan mengenai
hakikat sangatlah luas, meliputi segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat
ada adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau
berubah-ubah.Secara ringkas Ontologi membahas realitas atau suatu entitas
dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran
suatu fakta. Ontologi juga merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat
ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada
(Being), baik berupa wujud fisik (al-Thobi’ah) maupun metafisik (ma ba’da
al-Thobi’ah). Sedangkan Ontologi atau bagian metafisika yang umum, membahas
segala sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti
hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan
lainnya. Dalam pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok
pemikiran, seperti Monoisme, dualisme, pluralisme, nikhilisme, dan agnotisime.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Ontologi
Sebagai sebuah
disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami dinamika dan perkembangan
sesuai dengan dinamika dan perkembangan ilmu-ilmu yang lain, yang biasanya
mengalami percabangan. Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu telah melahirkan
tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat (ontologi),
teori pengetahuan (epistimologi), dan teori nilai (aksiologi). Pembahasan
tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut
Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi
benda. Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu On=being, dan
Logos=logic. Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan Menurut istilah, ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan Kenyataan yg asas, baik
yang berbentuk jasmani / konkret, maupun rohani / abstrak. Jujun S.
Suriasamantri mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian
mengenai yang “ada”.[1]
2.
Bidang Kajian Ontologi
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada
tahun 1636 M yang menamai teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisis.
Dalam perkembangannya, Christian Wolff (1679 – 1754 M) membagi metafisika
menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum
dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Sedang metafisika khusus masih
dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi dan teologi. Objek kajian ontologi
adalah hakikat seluruh kenyataan. Yang nantinya, objek ini melahirkan
pandangan-pandangan (point of view) / aliran-aliran pemikiran dalam kajian
ontologi antara lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan
Agnotisisme.[2]
3.
Aliran-aliran Ontologi
a. Monoisme
Paham ini
menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu
saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun rohani. Paham ini
kemudian terbagi kedalam 2 aliran :
1)
Materialisme
Aliran
materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales
(624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena pentingnya
bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa
zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah
materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri. Anaximander (585-525
SM). Dia berpendapat bahwa unsur asal
itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala
kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori
Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut
unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang
terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Demokritos (460-370 SM). Ia
berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya,
tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal
kejadian alam.[3]
2)
Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang
tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang
fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya
merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi
benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran
sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato
(428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti
ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati
ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
b.
Dualisme
Aliran ini
berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua
macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan
abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Tokoh paham ini
adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia
menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia
ruang (kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637)
dan Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia
menerangkan metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan
Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza
(1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).
c.
Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari banyak unsur.Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh
modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai
seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tiada
kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri
sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya
dapat dikoreksi/diubah oleh pengalaman berikutnya.
d.
Nihilisme
Nihilisme
berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin tentang
nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360
SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada
sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu
itu ada ia tidak dapat diketahui, Ketiga,
sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan
kepada orang lain. Tokoh modern aliran
ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche
(1844-1900 M), dengan pendapatnya bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan
kreativitas manusia. Ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
e.
Agnotisisme
Paham ini
mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat
materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek yaitu Agnostos
yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya know. Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret
akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini seperti
Filsafat Eksistensinya Soren Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan
julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme yang menyatakan bahwa manusia
tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang
sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain.
Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa
satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat
memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M),
yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia
bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme
adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui
hakikat benda, baik materi maupun ruhani.[4]
3.
Aspek Ontologi
Ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang
ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan
keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia
dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.
Aspek ontologi
ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah secara :
a.
Metodis; Menggunakan cara ilmiah
b.
Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam
suatu keseluruhan
c.
Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh mengandung
uraian yang bertentangan
d.
Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e.
Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut
pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan (holistik)
f.
Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g.
Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di
mana saja.
Aspek ontologi
pada ilmu matematika akan diuraikan sebagai berikut :
a.
Metodis; matematika merupakan ilmu ilmiah (bukan fiktif).
b.
Sistematis; ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan hubungan.
Artinya
kajian-kajian ilmu matematika saling berkaitan antara satu sama lain.
c.
Koheren; konsep, perumusan, definisi dan teorema dalam matematika
saling bertautan dan tidak bertentangan.
d.
Rasional; ilmu matematika sesuai dengan kaidah berpikir yang benar
dan logis
e.
Komprehensif;objek dalam matematika dapat dilihat secara
multidimensional (dari barbagai sudaut pandang).
f.
Radikal; dasar ilmu matematika adalah aksioma-aksioma Universal;
ilmu matematika kebenarannya berlaku secara umum dan di mana saja.
4.
Manfaat Mempelajari Ontologi
Ontologi yang
merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di
antaranya sebagai berikut:
a.
Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan
sistem pemikiran yang ada.
b.
Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan
eksistensi.
c.
Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah
keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.[5]
C. PENUTUP
Demikianlah,
pembahasan tentang Ontologi yang dapat kami paparkan.
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman
kita tengtang Ontologi itu sendiri dan semoga makalah ini dapat menjadi bahan
ajar, atau membantu dalam menyelesaikan tugas yang bersangkutan.
Kami pun
menyadari, dalam penulisan makalah ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan
dan kesalahan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun. Terimakasih.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Idi, Jalaluddin Abdullah, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 1997.
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi
Aksara, 2005.
Susanto, A, Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara: 2001.
0 komentar:
Posting Komentar