Makalah Kelompok 6
KEBIJAKAN MONETER
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Perekonomian di Indonesia
Dosen: Ali Sadikin, M.Si.
Disusun oleh
MUKARAMAH (NIM: 1504120424)
SITI NUR ANISA (NIM: 1504120493)
JULIAN ANSHORI (NIM: 1504120418)
YENGKI SAPUTRA (NIM: 1504120465)
PRAYUDA IBNU PRATAMA (NIM: 1504120456)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016 M/1437 H.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Fenomena
ekonomi merupakan sesuatu hal yang biasa dan sering terjadi di lingkungan suatu
negara. Fenomena-fenomena tersebut kadang membawa dampak positif maupun dampak
negatif. Salah satu fenomena dalam bidang ekonomi yang sering muncul adalah
terjadinya inflasi, yang merupakan bentuk fenomena dalam hal kenaikan
harga-harga barang yang berlangsung secara terus-menerus dan berkelenjutan.
Fenomena inflasi ini merupakan fenomena yang timbul akibat banyaknya jumlah unag
yang beredar, kenaikan biaya produksi, besarnya tarikan permintaan dari
konsumen, dan adanya inflasi tularan dari luar negeri. Terjadinya inflasi
tersebut tentu berdampak negatif pada ketidakseimbangan perekonomian nasional
seperti tidak stabilnya neraca pembayaran, dan pemenuhan kebutuhan pokok
masyarakat sangat sulit untuk dipenuhi. Nah, untuk menanggapi hal tersebut,
upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah melalui kebijakan moneter dan
kebijakan fiscal.[1]
Namun dalam hal ini kami akan membahas kebijakan moneter saja. Kebijakan
moneter merupakan langkah tepat untuk menenggulangi ketidakstabilan yang
diakibatkan oleh terjadinya inflasi. penerapan kebijakan moneter di dalam suatu
negara harus dilakukan secara bertahap guna mendapatkan hasil yang maksimal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Kebijakan Moneter?
2.
Apa saja macam-macam dari Kebijakan Moneter?
3.
Apa saja tujuan dari Kebijakan Moneter?
4.
Bagaimana peranan Kebijakan Moneter?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui dan memahami pengertian Kebijakan Moneter.
2.
Mengetahui macam-macam Kebijakan Moneter.
3.
Mengetahui tujuan dilaksanakannya Kebijakan Moneter.
4.
Mengetahui peranan dari Kebijakan Moneter.
D.
Metode Penulisan
Adapun
metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan cara menelaah
buku-buku kepustakaan sebagai referensi dan menelusuri internet yang
berhubungan dengan materi yang dibahas dalam makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan
pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah
uang beredar di sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu;
seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.[2]
Kebijakan Moneter juga dapat dikatakan sebagai kebijakan yang dilakukan oleh otoritas
moneter (Bank Sentral) untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui pengawasan
uang beredar atau suku bunga, atau kombinasi keduanya, usaha tersebut dilakukan
agar terjadi kesetabilan harga, dan inflasi, serta terjadinya peningkatan
output keseimbangan.[3] Bila
dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain,
sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah
uang.
1. persoalan mata uang,
dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang
negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri
sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang
tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
2. kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat
tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta
asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari
setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.[4]
B.
Macam-macam
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1.
Kebijakan
moneter ekspansif (Monetary expansive policy), adalah suatu kebijakan
dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk
mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan
masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini
disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy).
2.
Kebijakan
Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy), adalah suatu kebijakan
dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada
saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight
money policy).[5]
Untuk memahami efektifitas dari kebijakan moneter
terhadap ekonomi Indonesia, perlu terlebih dahulu dipahami empat hal pokok.
1.
Mekanisme
kerja dari pasar uang atau bagaimana terjadinya permintaan dan penawaran uang
dan keseimbangan antara keduanya.
2.
Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi permintaan dan penawaran uang.
3.
Sistem
moneter yang diterapkan diindonesia.
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk
mengatur jumlah uang beredar: operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas
diskonto (discount rate), dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).
Di luar tiga instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat
kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).[7]
1.
Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi
pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah
jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun,
bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual
surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara
lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan
SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
Di Indonesia
operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) . Jika ingin mengurangi
jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau SBPU. Melalui penjualan
SBI/SBPU uang yang ada dalam masyarakat ditarik, sehingga jumlah uang beredar
berkurang. Biasanya penjualan SBI/SBPU dilakukan bila jumlah uang beredar
dianggap sudah mengganggu stabilitas perekonomian.
2.
Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas
diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Untuk membuat jumlah uang bertambah,
pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan
tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang. Dalam
kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus
meminjam kepada bank sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Bila pemerintah ingin
menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menurunkan tingkat bunga pinjaman
(tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka
keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar,
sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya bila ingin menambah laju
pertambahan jumlah uang beredar, pemerintah menaikan bunga pinjaman. Hal ini
akan mengurangi keinginan bank-bank meminjam uang dari bank sentral, sehingga
pertambahan jumlah uang beredar dapat ditekan.
3.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio
cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah
jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan
jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio. Penetapan
rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar, jika rasio
cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih
kecil dibanding sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya hanya
10%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat mengalirkan
pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima perbankan. Dengan demikian
angka multiplier uang dari sistem perbankan adalah 10. Bila rasio cadangan
wajib diperbesar menjadi 20%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima,
sistem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar 80%. Angka multiplikasi
uang dari sistem perbankan menurun menjadi 5, dengan demikian jumlah uang
beredar di masyarakat akan berkurang. Sebaliknya yang terjadi bila pemerintah
menurunkan rasio cadangan wajib. Sebab penurunan rasio tersebut akan
memperbesar angka multiplikasi uang, yang berarti akan meningkatkan jumlah uang
beredar. Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1988 Bank Indonesia menggunakan
rasio cadangan wajib guna mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter yang masih
tinggi, yaitu dengan menetapkan rasio menjadi 3% pada Februari 1996 (ketentuan
sebelumnya menurut Pakto 1988 adalah 2%). Sejak April 1997 besarnya rasio
cadangan wajib adalah 5%.
4.
Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan
moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi
jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank
sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian. Dengan
imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah
uang yang beredar.[8]
C.
Tujuan Kebijakan Moneter
Tujuan kebijakan moneter seperti
halnya kebijakan ekonomi pada umumnya adalah keseimbangan intern (Internal
Balance) dan keseimbangan ekstern (External Balance). Kebijakan intern biasanya
diwujudkan oleh terciptanya kesempatan kerja yang tinggi dan dipertahankannya
laju inflasi yang rendah. Sedangkan keseimbangan ekstern dipertahankan agar
neraca pembayaran internasional (Balance of Payment) seimbang dalam arti bahwa
neraca pembayaran internasional tidak deficit dan surplus.[9]
Di bawah
ini adalah tujuan dari dilakukannya Kebijakan Moneter:
1. Stabilitas Ekonomi
Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan di mana pertumbuhan ekonomi
berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus
barang/jasa dan arus uang berjalan seimbang.
2. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja akan meningkat bila produksi meningkat. Peningkatan
produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari
segi upah maupun keselamatan kerja. Perbaikan upah dan keselamatan kerja akan
meningkatkan taraf hidup karyawan dan pada akhirnya kemakmuran dapat tercapai.
3. Kestabilan Harga
Kestabilan harga
ditandai dengan stabilitas harga barang dari waktu ke waktu. Harga yang stabil
menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada tingkat harga sekarang
sama dengan tingkat harga yang akan datang, atau daya beli uang dari waktu ke
waktu adalah sama.
4. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang apabila jumlah
nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk
mendapatkan neraca pembayaran yang seimbang, pemerintah sering menjalankan
kebijakan moneter. Contohnya adalah dengan cara melakukan devaluasi.
D.
Peranan
Kebijakan Moneter
Salah
satu tugas dari kebijakan moneter adalah untuk menyediakan pertambahan
penawaran uang yang cukup sehingga usaha-usaha pembangunan dapat berjalan
dengan lancar. Dan di negara berkembang kebijakan ini harus mencakup juga
kebijakan untuk mempengaruhi penawaran uang tunai dalam masyarakat, yaitu
dengan berusaha menarik uang tersebut dari tangan masyarakat, sehingga akan
menurunkan tingkat pengeluarannya. Salah satu caranya adalah dengan menarik
uang tersebut kedalam sistem bank, misalnya dengan cara memberikan bunga yang
tinggi kepada penyimpan deposito berjangka. Langkah ini bukan saja dapat
mengurangi pengeluaran rumah tangga, tetapi juga dapat membantu menyediakan
tabungan untuk digunakan dalam penanaman modal yang lebih produktif.
Tugas
kebijakan moneter di negara berkembang pada umumnya jauh lebih berat dan rumit
jika dibandingkan dengan di negara maju. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
hal ini. Pertama, tugas untuk menciptakan penawaran uang yang cukup
sehingga pertambahannya dapat selalu selaras dengan jalanya pembangunan yang
memerlukan disiplin kuat dikalangan penguasa moneter dan juga dipihak
pemerintah. Kekurangan modal dan terbatasnya pendapatan pemerintah seringkali
menimbulkan dorongan yang kuat bagi pemerintah untuk meminjam secara berlebihan
pada bank sentral. Jika dilakukan, lajunya pertumbuhan jumlah uang tunai akan
menjadi lebih cepat daripada yang diperlukan. Kenaikan harga-harga akan terjadi.
Maka, pertambahan penawaran uang yang terlalu cepat lebih mudah menimbulkan
inflasi. Dengan demikian peminjaman yang berlebihan oleh pemerintah pada bank
sentral bukan akan mendorong perluasan kegiatan ekonomi, tapi akan menaikkan
tingkat harga barang-barang. Kedua, bank sentral di negara berkembang
harus secara lebih teliti dan berhati-hati mengawasi perkembangan penerimaan valuta
asing dan mengawasi kegiatan dalam sektor luar negeri (ekspor dan impor).
Kegiatan di sektor ini sangat mudah menimbulkan inflasi di negara
tersebut, karena harga bahan mentah yang diekspor selalu naik turun. Maka,
penerimaan dari kegiatan ekspor selalu berubah dan tidak teratur. Akibat dari
naik turunnya pendapatan ekspor berpengaruh kepada kestabilan ekonomi dan
kelancaran pembangunan.[10]
Akhirnya,
tugas kebijakan moneter adalah untuk membantu mempercepat proses pembangunan
dengan mengembangkan lebih lanjut badan-badan keuangan yang telah ada.
Pembangunan ekonomi memerlukan modal, dan modal tersebut antara lain berasal
dari masyarakat. Badan-badan keuangan dapat membantu mempertinggi
pembentukan modal dalam suatu masyarakat, yaitu dengan mendorong masyarakat
melakukan tabungan di dalam badan-badan keuangan, dan selanjutnya mengalirkan
tabungan ini kepada para pengusaha. Tabungan yang diciptakan ini memungkinkan
para pengusaha mendapatkan modal yang diperlukan untuk mengembangkan kegiatan
perdagangan dan membangun industri-industri. Oleh karena itu, untuk melancarkan
jalannya pembangunan perlulah digalakkan perkembangan badan-badan keuangan dan
pasar modal. Perkembangan ini akan membantu usaha untuk menyediakan lebih
banyak tabungan di dalam masyarakat yang sedang berusaha mempercepat
pembangunannya. Disamping itu, kebijakan moneter harus menjalankan
langkah-langkah yang menjamin agar modal atau tabungan yang dikumpulkan dapat
diarahkan penggunaannya kepada kegiatan-kegiatan yang lebih produktif.
Secara
tradisi, bank-bank di negara berkembang lebih menitikberatkan kegiatannya pada
pemberian pinjaman kepada sektor perdagangan, karena lebih menguntungkan dan
risikonya lebih rendah bila dibandingkan dengan memberi pinjaman kepada sektor
industri dan pertanian. Untuk menjamin agar dana tabungan yang diciptakan akan
mengalir ke dua sektor itu, perlulah dilakukan pengawasan pemerintah melalui
bank sentral dengan melaksanakan kebijakan moneter yang sesuai untuk tujuan
tersebut. Di Negara berkembang kebijakan moneter yang demikian mempunyai
kemampuan yang terbatas dalam mempengaruhi perubahan penawaran dan pengeluaran
masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan keadaan ini, yaitu:
1.
Bank-bank
komersil pada umumnya memiliki cadangan yang berlebihan. Oleh karenanya
perubahan dalam tingkat cadangan minimum tidak akan banyak mempengaruhi
kegiatan mereka untuk meminjamkan uang kepada para pengusaha dan masyarakat.
2.
Kelebihan
dalam cadangan menyebabkan bank-bank komersil jarang sekali meminjam dari bank
sentral. Dengan demikian perubahan suku bunga dari pinjaman yang diberikan oleh
Bank Sentral sedikit saja pengaruhnya kepada kegiatan bank-bank komersil.
3.
Pasar uang
dan pasar modal masih belum sempurna keadaannya dinegara berkembang. Ini
menyebabkan operasi pasar terbuka tidak dapat dijalankan secara efektif. Dalam
masyarakat belum terdapat cukup banyak surat-surat berharga untuk
diperjualbelikan.
4.
Sistem
bank belum mencapai tingkat perkembangan yang tinggi. Hanya sebagian kecil saja
dari masyarakat berhubungan dengan badan tersebut.
Dengan demikian kebijakan moneter hanya
mempengaruhi sebagian kecil saja dari seluruh kegiatan perekonomian. Di samping
itu, penawaran uang di negara berkembang terutama masih terdiri dari uang
kertas dan logam. Jumlah uang bank (bank money), yang merupakan komponen
lain dari penawaran uang dalam perekonomian, belum sepenting seperti di negara
maju. Ini berarti kegiatan perdagangan masih banyak yang dilakukan tanpa
menggunakan jasa-jasa sistem; pedagangan dilakukan secara barter atau dengan
menggunakan uang tunai.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan
moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar di sebuah
negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai
pekerja penuh atau lebih sejahtera.
Kebijakan
moneter digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: Kebijakan moneter ekspansif (Monetary
expansive policy), adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang
yang beredar, dan Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy),
adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar.
Tujuan
dari dilakukannya Kebijakan Moneter adalah, menjaga Stabilitas Ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, menjaga stabilitas harga, dan
menyeimbangkan neraca pembayaran Internasional.
Peranan kebijakan moneter adalah untuk membantu mempercepat
proses pembangunan dengan mengembangkan lebih lanjut badan-badan keuangan yang
telah ada, khususnya di negara berkembang.
B. Saran
Kami
menyadari, masih banyak terdapat kesalahan dalam makalah kami ini, baik dari
segi penulisan maupun presentasi. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangus dari pembaca. Terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Buku
Farida, Ai Siti, Sistem
Ekonomi Indonesia, Bandung: Pustaka Setia,
2011.
Karim,
Adiwarman A., Ekonomi Makro Islami.
Marsuki, Analisis perekonomian Nasional & Internasional,
Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010.
Pratama, Raharja, Pengantar Ekonomi, Jakarta: Mandala
Manurung, 2005.
Pratama,
Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi, Jakarta: Mandala Manurung, (Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia), 2008.
Sahid, Pengantar Ilmu Ekonomi
Makro Kebijakan Moneter dan Fiskal, Bandung: Sinar Press, 2008.
Subandi, Sistem
Ekonomi Indonesia, Bandung: AlfaBeta, 2014.
B.
Internet
http://himayanii.blogspot.co.id/2015/02/makalah-kebijakan-moneter-dan-fiskal.html (online, minggu, 10 april 2016, 11.35 wib)
http://thawonk.blogspot.co.id/2014/11/makalah-beberapa-masalah-dalam.html (online, minggu, 10 april 2016, 11.35 wib)
(http://makalahkite.blogspot.co.id/2013/11/kebijakan-moneter-dalam-ekonomi-islam.html online, minggu, 10 april 2016, 11.35
wib)
[1]http://thawonk.blogspot.co.id/2014/11/makalah-beberapa-masalah-dalam.html (online,
minggu, 10 april 2016, 11.35 wib)
[2](http://makalahkite.blogspot.co.id/2013/11/kebijakan-moneter-dalam-ekonomi-islam.html online, minggu,
10 april 2016, 11.35 wib)
[6]Ibid, hal. 269-270.
[7]Pratama Rahardja, Pengantar
Ilmu Ekonomi, Jakarta: Mandala
Manurung, (Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia), 2008 hal. 435-437.
[8]Sahid, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro Kebijakan Moneter dan Fiskal, Bandung: Sinar Press, 2008. Hal.70.
[10]Marsuki, Analisis perekonomian
Nasional & Internasional, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010, Hal. 45.
[11]http://himayanii.blogspot.co.id/2015/02/makalah-kebijakan-moneter-dan-fiskal.html (online, minggu, 10 april 2016, 11.35 wib)