Minggu, 17 April 2016

Filsafat Ilmu

Diposting oleh Mukaramah di 12.30


Makalah Kelompok 3

FILSAFAT ILMU
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen: Sofyan Hakim, SE. MM


Disusun oleh

AKHMADI (NIM: 15041204)
M. SYARIF (NIM: 1504120435)
LAILA MAGHFIROH (NIM: 1504120436)
MUKARAMAH (NIM: 1504120424)
NOOR JANNAH (NIM: 1504120432)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016 M/1437 H.

A.  Pendahuluan
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Ilmu-ilmu pengetahuan yang lahir selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi. Maka Filsafat Ilmu menurut Jujun Suriasumantri merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Peran Filsafat Ilmu dalam struktur bangunan keilmuan sebagai landasan filosofis bagi tegaknya suatu ilmu. Filsafat Ilmu dianggap sebagai satu-satunya pola pikir yang bisa dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan ilmu logika, Filsafat Ilmu menawarkan banyak pola pikir dengan memperhatikan kondisi objek dan subjek ilmu, bahkan pola pikir logika sebagai bagian dalamnya. Begitulah urgensi Filsafat Ilmu, baik sebagai disiplin maupun sebagai landasan filosofis pengembangan ilmu.
Untuk lebih lanjut, dalam pembahasan kali ini kami akan membahas tentang batasan dan ruang lingkung filsafat ilmu yang kami rangkum mulai dari pengertian filsafat ilmu sendiri, objek filsafat ilmu yang terdiri atas objek material dan objek formal, struktur pembahasan filsafat ilmu yang meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi, serta tujuan dari mempelajari filsafat ilmu itu sendiri.
B.  Pembahasan
1. Pengertian Filsafat Ilmu
Secara etimologi kata filsafat yang dalam bahasa Arab falsafah yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy, adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya.[1] Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan Moh. Hatta dan Langaveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Oleh karena itu, biarkan saja seseorang meneliti filsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkannya.[2] Namun, secara umum Filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara berpikir logis, tentang objek yang abstrak logis, kebenaranya dipertanggung jawabkan secara logis pula. Jika diringkaskan dapat, juga dikatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang logis yang tidak dapat dibuktikan secara empiris.[3]
Adapun Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science, dari bahasa Latin scientia (pengetahuan), scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang, yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.[4] Jadi, ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif (bersusun timbun).[5]
Setelah dipahami pengertian filsafat dan ilmu dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu.
2. Objek Filsafat Ilmu
a.       Objek Material
Objek material, yaitu suatu bahan yang menjadi tujuan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu.[6] Tentang objek material ini banyak yang sama dengan objek material sains. Bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki objek material yang empiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bagian yang abstraknya. Kedua, ada objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek mate­rial yang untuk selama-lamanya tidak empiris.[7]
b.      Objek Formal
Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia.[8] Yang membedakan filsafat dengan ilmu-ilmu lain terletak dalam objek material dan objek formalnya. Kalau dalam ilmu-ilmu lain objek materialnya membatasi diri, sedangkan pada filsafat tidak membatasi diri. Adapun pada objek formalnya membahas objek materialnya itu sampai ke hakikat atau esensi dari yang dihadapinya.[9]
3.      Struktur Pembahasan Filsafat
a.       Ontologi
Ontologi merupakan bagian filsafat yang membahas tentang yang ada, baik konkret maupun abstrak yang pada garis besarnya terbagi pada persoalan hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Titik tolak dan dasarnya adalah refleksi terhadap kenyataan yang paling dekat yaitu manusia sendiri dan dunianya. Segala yang dibicarakan disebut metafisika. Ontologi bermanfaat untuk refleksi kritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan.[10] Ontologi juga membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Ruang kajian meliputi  eksistensi, esensi, substansi, materi, perubahan (change) dari sebuah objek atau fenomena alam dan sosial.[11]
b.      Epistemologi
Epistemologi adalah padanan kata dari episteme dan logos. Kajian filsafat untuk menjawab hubungan, sebab, akibat, bagaimana dan mengapa sesuatu itu bisa terjadi. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta/kenyataan dari sudut pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kembali kebenarannya. Basis atau landasan bagi epistemologi ilmu adalah “metode ilmiah” dengan hasil kajian berupa teori, prinsip, hukum ilmu pengetahuan.[12] Epistemologi merupakan bagian filsafat yang membawa kita untuk mengetahui cara mempelajari atau mengembangkan ilmu. Bagaimana metodenya, bagaimana teori atau ilmunya sampai mendapat kebenaran yang nyata suatu objek. Kebenaran sendiri ada empat kategori yaitu kebenaran pengetahuan, kebenaran ilmiah, kebenaran filsafati dan kebenaran wahyu (yang mutlak). Epistemologi bermanfaat untuk pencapaian kebenaran obyektif sesuai dengan kerangka dasar keilmuan guna kesejahteraan dan kemaslahatan manusia sebagai makhluk Tuhan.[13]
c.       Aksiologi
Aksiologi adalah kajian filsafat yang memanfaatkan hasil kajian ontologi dan epistemologi untuk kepentingan dan kebaikan umat manusia. Pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan untuk menjelaskan, (to explain), mengendalikan (to control), meramalkan (to predict) dan memecahkan masalah (to solve problem) yang dihadapi manusia di masa mendatang.[14] Aksiologi terdiri dari dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika berhubungan dengan nilai atau penilaian perilaku orang. Estetika berhubungan dengan pandangan indah atau tidak indahnya karya manusia. Aksiologi memberi manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan.[15]
Dengan demikian, Ontologi, membicarakan hakikat pengetahuan (segala sesuatu). Epistemologi, membicarakan cara memperoleh pengetahuan itu, dan Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.[16]
4.      Metode Filsafat
Sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah meode-metode yang berbeda dengan cukup jelas. Yang paling penting disusun menurut garis historis sedikitnya ada 10 metode, yaitu sebagai berikut.
a.       Metode Kritis: Sokrates, Plato.
Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupakan heurmeneutika yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
b.      Metode Intuitif: Plotinos, Bergson.
Dengan jalan intropeksi intuitif, dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan persucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pikiran. Bergson: dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
c.       Metode Skolastik: Aristoteles, Tomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan.
Bersifat sintesis-deduktif, dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
d.      Metode Geometris: Descartes dan pengikutnya.
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-hakikat ‘sederhana’ (ide terang dan berbeda dari yang lain); dari hakikat-hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
e.       Metode Empiris: Hobbes, Locke, Barkeley, Hume.
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar; maka semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan serapan-serapan (impressi) dan kemudian disusun bersama secara geometris
f.       Metode Transendental: Kant, Neo-Skolastik.
Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
g.    Metode Fenomenologis: Husserl, eksistensialisme.
Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai hakikat-hakikat murni.
h.    Metode Dialektis: Hegel, Marx.
Dengan jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antitesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.
i.      Metode Neo-positivistis.
Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
j.      Metode analitika bahasa: Wittgenstein.
Dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofi.[17]
5.      Tujuan Filsafat Ilmu
a.       Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
b.      Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
c.       Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
d.      Mendorong para calon ilmuwan untuk konsisten dalam memahami ilmu dan mengembangkannya.
e.       Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.[18]
C.  Penutup
Demikianlah, pembahasan tentang batasan dan ruang lingkup filsafat yang dapat kami bahas. Mudah-mudahan mampu menambah wawasan dan pengetahuan kita, serta menggugah kita untuk terus mencari dan berpetualang di dunia ilmu.
Terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini dan kami sadar masih banyak terdapat kesalahan baik pada pengetikan makalah maupun presentasi, untuk itu kami mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.



[1]Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: PT Bumi aksara, Ed. 1, Cet. 5, 2010, hlm. 3.
[2]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 6.
[3]Ahmad Tafsir,Filsafat Umum,Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,2010, hlm.45.
[4]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu..., hlm. 12.
[5]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu..., hlm. 16.
[6]Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya..., hlm. 7.
[8]Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu, Jakarta: Prestasi Pustaka, cet. 1, 2013, hlm. 80.
[9][9]Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya..., hlm. 9.
[11]Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu..., hlm. 30-32
[12]Ibid.
[14]Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu..., hlm. 30-32.
[16]Ibid.
[17]Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya..., hlm. 9-11.
[18]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu..., hlm. 20.

0 komentar:

 

Kumpulan Makalah, Artikel, dan Karya Tulis Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea