Makalah Kelompok II
JABARIYAH DAN QADARIYAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Teologi Islam
Dosen: DR. H. KHAIRIL ANWAR
Disusun oleh
MUKARAMAH
NIM: 1504120424
TUTI SAFRIANI
NIM: 1504120438
YULYNAR ANYC.R.
NIM:1504120452
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, inayah dan rahmat-Nya,
sehingga penyusunan makalah ini selesai dengan baik dan tepat waktu. Karena
tanpa pertolongan-Nya kami selaku penyusun tidak akan mampu menyelesaikan
makalah ini. Tidak lupa semoga tercurahkan selalu shalawat serta salam kepada
manusia termulia yakni baginda Rasulullah Muhammad SAW yang berkat usaha kerja
kerasnya kita dipersatukan dalam persaudaraan yang lurus lagi benar dan semoga
kita selaku ummatnya selalu dalam jalan-Nya dan mengikuti jalan Nabi Muhammad
SAW.
Dalam pembuatan makalah ini kami tidak
begitu mendapat banyak kesulitan karena adanya saran dari berbagai pihak tentang pembuatannya. Namun, tidak menutup
kemungkinan makalah ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, baik
dari penulisan, ejaan dan sebagainya. Oleh karenanya, kami sangat mengharapkan
dengan lapang dada, kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhirnya, kami selaku penyusun
mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR.H.KHAIRIL ANWAR. yang telah
memberikan tugas dan bimbingannya kepada kami, yang mana ini akan membantu kami
agar terbiasa dalam pembuatan makalah. Tidak lupa kami ucapkan pula terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam berbagai disiplin
ilmu keIslaman, Ilmu Kalam merupakan suatu objek pembahasan yang mendapat
sorotan dan menjadi perdebatan dikalangan ulama dikarenakan pemikiran mereka
yang beragam. Namun dibalik semua itu kita sebagai manusia yang dianugrahi akal
sebagai instrumen berpikir oleh Allah tidak sepatuhnyalah kita saling bercerai
berai karena perbedaan yang lahir dari kita sendiri. Untuk itu kami disini
sebagai yang diamanati tugas oleh dosen akan mencoba menjelaskan tentang dua
aliran besar yaitu Jabariyah dan Qadariyah, dimana keduanya membahas masalah
perbuatan manusia, namun punya perbedaan dalam penentuan hasil dari perbuatan
itu, apakah manusia punya kebebasan sepenuhnya atau ada campur tangan Tuhan.
Secara umum bahwa adapun
Qadariyah menganggap bahwa dalam berbuat manusia mempunyai Qudrah atas
kehendak bebas tanpa campur tangan Tuhan. Sedangkan Jabariyah justru sebaliknya
dari aliran Qadariyah yakni mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan
untuk mewujudkan perbuatannya, dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih.
Untuk itu kami akan mencoba menjelaskan pada pembahasan kami berikutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aliran Jabariyah dan Qadariyah?
2. Bagaimana ajaran dan
perkembangan aliran Jabariyah dan Qadariyah?
3. Apa saja ciri-ciri kedua
aliran tersebut?
4. Siapa saja pemuka aliran
tersebut?
5. Apa
saja dalil yang dijadikan sumber oleh
kedua aliran tersebut?
6. Bagaimana analisis tim
penulis terhadap kedua aliran tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari
penulisan makalah ini agar mahasiswa:
1. Mengetahui dan memahami
pengertian aliran Jabariyah dan Qadariyah.
2. Mengetahui dan memahami ajaran dan perkembangan aliran tersebut.
3. Mengetahui ciri-ciri
kedua aliran tersebut.
4. Mengetahui para pemuka
aliran tersebut.
5. Mengetahui dalil-dalil
yang dijadikan sumber oleh kedua aliran tersebut.
6. Mengetahui analisis tim
penulis terhadap kedua aliran tersebut.
D. Metode
Penulisan
1. Metode
kepustakaan (library Research),
2. Metode penulisan internet (web search).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Jabariyah dan Qadariyah
Secara etimologi kata Jabariyah berasal dari kata Jabara
yang berarti memaksa.[1]
Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat Al-Jabbar (dalam bentuk
mubalaghah), yang artinya Allah Maha Memaksa. Ungkapan al-insan majbur
mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa.[2]
Lebih lanjut Syahratsani menegaskan bahwa paham al-Jabar berarti menghilangkan
perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah SWT.
Dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadan terpaksa. Dalam
bahasa Inggris, Jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu paham
yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha
dan qadar Tuhan.[3]
Secara etimologi Qadariyah berasal dari bahasa Arab yaitu
dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun
terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang mempercayai bahwa segala
tindakan manusia tidak diintervensi oleh
Allah SWT. Aliran ini berpendapat tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkanya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat dipahami bahwa qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi
penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.[4]
B. Ajaran-ajaran dan
perkembangan Jabariyah dan Qadariyah
1. Ajaran dan Perkembangan Jabariyah
Menurut Asy-syahratsani Jabariah dikelompokan menjadi dua yaitu ekstrim
(murni) dan moderat. Ajaran Jabariyah ekstrim adalah bahwa segala
perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendri,
melainkan perbuatan yang sudah ditakdirkan Tuhan dan dipaksakan atas dirinya.
Sedangkan ajaran Jabariyah moderat adalah bahwa Tuhan menciptakan
perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai
bagian di dalamnya.[5]
Dalam aliran Jabariyah manusia dianggap sangat lemah tak berdaya terikat dengan
kekuasaan dan setiap perbuatannya mutlak kehendak Tuhan, dan manusia tidak
mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimiliki paham Qadariyah.
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa
kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama
Yahudi bermazhab qurra dan agama Kristen bermazhab yacobit. Namun
tanpa pengaruh asing itu, paham aljabar akan muncul juga dikalangan umat islam.
Paham aljabar pertama kali diperkenalkan oleh Za’d bin Dirham kemudian
disebarkan oleh Zahm bin Shafwan dari Khurasan. Namun, dalam perkembangannya,
paham aljabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya Al-husain bin
Muhammad An-Najjar dan Za’d bin Dirrar. Kemunculan paham Aljabar ini ahli
sejarah juga mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara
ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa
Arab yang dikumkum oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar kedalam
hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah
memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.[6] Sebenarnya bibit paham Aljabar
telah muncul sejak awal periode Islam jauh sebelum kedua tokoh diatas. Namun Aljabar
sebagai satu pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan
pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayah. Peristiwa sejarah tersebut seperti
berikut ini:
a. Suatu ketika Nabi menjumpai
sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan. Nabi melarang
mereka untuk memperdebatkan masalah tersebut, agar terhindar dari kekeliruan
penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan tentang mengenai takdir.[7]
b. Khalifah Umar bin Khaththab
pernah menangkap seorang yang ketahuan mencuri. Ketika diinterogasi, pencuri
itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri.” Mendengar ucapan itu
Umar marah sekali dan mengganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan. Oleh
karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama,
hukuman potong tangan, karena mencuri. Kedua, hukaman denda karena menggunakan
dalil takdir Tuhan.[8]
2. Ajaran dan Perkembangan Qodariyah
Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang mengembangkan ajaran-ajaran
Qadariyah itu bukan Ma’bad al-Juhni. Tetapi seoarang penduduk negeri Irak, yang
mulanya beragama Kristen kemudian masuk Islam, namun akhirnya kembali ke
Kristen lagi. Dari orang inilah, Ma’bad al-Juhni dan Gailan ad-Damasqi
mengambil pemikirannya. Mereka sulit diketahui aliran-alirannya. Karena mereka
dalam segi tertentu mempunyai kesamaan ajaran dengan Mu’tazilah dan dalam segi
yang lain mempunyai kesamaan ajaran dengan Murji’ah, sehingga disebut Murji’atul
Qadariyah. Tokoh-tokohnya adalah Abi Syamr, Ibnu Syahib, Gailan ad-Damasqi,
dan Saleh Qubbah.[9]
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk
menyandarkan segala perbuatan manusia kepada takdir Allah. Umpamanya ada orang
berkata:
1. Bagaimanapun juga yang
menentukan berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan adalah manusia itu sendiri.
2. Allah tidak akan mengubah nasib
seseorang jika bukan manusia itu sendiri yang merubahnya.
3. Perbuatan manusia itu dibuat
oleh manusia itu sendiri. Ini adalah paham dan i’tikat dari golongan Qadariyah.[10]
C. Dalil yang Dijadikan
Sumber Dalam Ajaran Jabariyah dan Qadariyah
Dalil-dalil yang dijadikan sumber oleh kedua aliran tersebut diantaranya:
1. Ayat-ayat yang menegaskan aliran
Jabariyah adalah:
Artinya:
“Maka (yang sebenarnya)
bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan
bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
(Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan
kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Anfal: 17)
Artinya:
“tetapi kamu tidak
mampu (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksan.” (QS. AL-Insan: 30)
2. Adapun ayat-ayat yang mendukung
aliran Qadariyah adalah:
Artinya:
“dan katakanlah: “kebenaran
itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia
beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah kafir”. Sesungguhnya kami
telah sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya menegepung
mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan
air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang
paling burk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi: 29)
Artinya:
“Barangsiapa yang
mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudaratan)
dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa:
111).
D.
Pemuka Aliran Jabariyah
dan Qadariyah
1.
Jabariyah
Menurut Asy-Syahratsani Jabariyah dapat dikelompokan
menjadi dua bagian yaitu ekstrim dan moderat. Diantara pemuka jabariyah ekstrim
adalah:
a.
Jahm bin Shofwan, nama
lengkaapnya adalah Abu Mahrus Jahm bin Shofwan. Ia berasal dari Khurasan,
bertempat tinggal Khufah, ia seorang da’i yang fasih dan lincah, ia menjabat
sebagai sekertaris Harits bin Surais seoarang mawali yang menentang pemerintah
Bani Umayyah di Khurasan ia ditawan, kemudian dibunuh secara politis tanpa ada
kaiatannya dengan agama.
b.
Ja’ad bin Dirham, adalah
seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam
lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya
untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani Umayyah, tetapi setelah tampak pemikiran-pemikirannya
yang kontroversial, Bani Umayyah menolaknya. Kemudian al-Ja’d lari ke Khufah
dan disana ia bertemu dengan Jahm serta mentransfer pikirannya kepada Jahm
untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Yang termasuk tokoh
Jabariyah Moderat adalah:
a.
An-Najjar, nama
lengkapnya adalah Husain bin Muhammad an-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya
disebut an-Najjariyah atau al-Husainiyyah.
b.
Adh-Dhirar, nama
lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama
dengan An-Najjar sehingga ia tegolong kaum Jabariyah Moderat.[11]
2.
Qadariyah
a.
Ma’bad al-Jauhani, berasal
dari suku Juhaya. Hanya sedikit yang dapat diketahui tentang dirinya, persoalan
yang aktual bahwa Ma’bad bergabung dengan pemberontakan Ibnu al-Asy’ath
(gubernur Sajistan) pada tahun 701 bersama dengan orang yang memiliki pandangan
sama dengannya. Karena keterlibatannya dalam pemberontakkan, Ma’bad dieksekusi
(dihukum mati) kira-kira pada tahun 704. Persoalan yang paling menarik mengenai
Ma’bad bahwa ia memperoleh reputasi sebagai orang pertama yang mendiskusikan
persoalan qadar Allah Swt.
b.
Ghailan ad-Dimasyqi,
nama lengkapnya Abu Marwan Ghailan Ibnu Muslim al-Qibti ad-Dimasyqi memiliki
posisi sebagai sekretaris dalam administrasi pemerintahan Umayyah di Damaskus.
Perlawanan Ghailan terhadap pemerintahan Bani Umayyah termanifestasi pada awal
masa kekuasan Umar bin Abdul Aziz II dikatakan bahwa ia telah menulis surat
terhadap khalifah dengan nada kritis hal inilah yang mungkin mendorongnya untuk
membawa perubahan-perubahan tertentu.[12]
E.
Analisis tim penulis terhadap Aliran
Jabariyah dan Qadariyah
Menurut kami aliran
Jabariyah dan Qadariyah sangatlah bertolak belakang. Aliran Jabariyah
berkeyakinan setiap perbuatan manusia pasti berasal dari Tuhan manusia tidak
mempnyai kekuasaan apa-apa, tidak mempunyai pilihan dalam bertindak. Dengan
demikian manusia tidak mempunyai kekuasaan bagi dirinya sendiri,
perbuatan-perbuatan diciptakan dari tuhan.
Sedangkan
aliran Qadariyah berkeyakinan bahwa setiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Dengan demikian kaum Qadariyah menolak adanya Qadha dan Qadar Allah
Swt.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Jabariyah yaitu paham yang menyebutkan bahwaperbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.
2.
Qadariyah adalah suatu aliran yang mempercayai bahwa
segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah swt.
3.
Ajaran dan perkembangan aliran Jabariyah dan Qadariyah:
a.
Menurut Asy-Syahratsani Jabariyah dibedakan menjadi 2,
yaitu ekstrim dan moderat.
b.
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang
tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada takdir Allah.
4.
Dalil yang dijadikan sumber dalam ajaran Jabariyah dan
Qadariyah adalah:
a.
Jabariyah:
· (QS. Al-Anfal: 17)
· (QS. Al-Insan: 30)
b.
Qadariyah:
· (QS. Al-Kahfi: 29)
· (QS. An-Nisa: 111)
5.
Pemuka aliran Jabariyah dan Qadariyah yaitu:
a.
Jabariyah: Jahm bin Shofwan dan Ja’d bin Dirham
(Ekstrim). An-Najjar dan Adh-Dhirar (Moderat)
b.
Qadariyah: Ma’bad al-Jahani dan Ghailan ad-Dimasyqi
6.
Analisis, kita tahu bahwa kedua aliran tersebut sangat
bertolak belakang sehingga sangat susah untuk disatukan karena mereka mempunyai
ideologi dan pemahaman yang berbeda tentang kepercayaan mereka. Secara haqiqi
manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya namun kita diperkenankan untuk
memilih sesuai dengan kepercayaan dan pemahaman kita. Untuk itu kita harus
saling bertoleransi terhadap perbedaan.
DAFTAR
PUSTAKA
A.
Buku
Dahlan, Aziz, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, Jakarta:
Beuneuubi Cipta, 1987.
Nasir, Sahilun A, Pemikiran
Kalam (Teologi Islam), Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Nasution,
Harun, Teologi Islam (Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan), Jakarta:
Universitas Indonesia Pers, 2010.
Rochimah, Annisa dkk, Makalah Jabariyah dan Qadariyah,
Palangka Raya: IAIN Palangka Raya, 2013.
Rozak, Abdul dan Rosihon
Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Wiyani, Novan Ardy, Ilmu
Kalam, Bumiayu: Teras, 2013.
B.
Internet
[1]Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, Bumiayu: Teras, 2013, hlm . 71.
[2]Abdul Rozak, Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung, Pustaka Setia,
2003, hlm. 63.
[4] Abdul Rozak, op. cit, hlm: 73.
[6]Abdul Rozak, Rosihan Anwar, op. cit, hlm. 64.
[7]Aziz Dahlan, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, Jakarta:
Beuneuubi Cipta, 1987, hlm. 27-29.
[8]Ibid, hlm. 29.
[9]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Jakarta: Rajawali
Pers, 2010, hlm. 141.
[11]Novan Ardy Wiyani, op. cit, hlm. 74-77.
[12]Ibid, hlm. 77-79.
0 komentar:
Posting Komentar