Tugas Individu Pengganti UAS
BANGGALAH
MENJADI BANGSA INDONESIA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pembimbing : Drs. Ahmad Khairudin, M.Si
Disusun oleh
MUKARAMAH
1504120424
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN
EKONOMI ISLAM
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN
2016
BANGGALAH
MENJADI BANGSA INDONESIA
Indonesia adalah negara yang kaya. Indonesia memiliki berbagai
keanekaragaman, baik dari keanekaragaman suku, ras, bahasa, dan lainnya, bahkan
Indonesia terkenal akan sumber daya alamnya yang berlimpah. Tapi sayangnya,
banyaknya sumber daya alam Indonesia tidak diimbangi oleh sumber daya
manusianya, sehingga kita memerlukan bantuan orang lain dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Indonesia ini. Seperti, di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua, Indonesia,
yang telah lama dikelola oleh PT. Freeport Indonesia yang masih memiliki
cadangan jutaan kilogram emas lagi yang baru habis dieksploitasi pada tahun
2056. Pada mulanya, Freeport mulai menanamkan investasinya pada tahun 1967. Ketika itu,
Indonesia membuka lebar-lebar investasi asing melalui Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Masa berlaku kontrak karya pertama
tersebut 30 tahun.
Pada 1991, kontrak Freeport diperpanjang selama 30 tahun dengan opsi perpanjangan dua kali sepanjang 10 tahun. Dengan demikian, kontrak karya anak perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport Mc Morran, akan habis pada 2021. Ini merupakan perpanjangan kontrak kedua Freeport Indonesia setelah kontrak areal pertambangan emas di bumi Papua ini berakhir pada 1991. Saat itu, Freeport memperoleh kelonggaran hingga 2041. Pada 2014, pejabat Freeport sudah mulai kasak-kusuk, lobi sana lobi sini, agar perpanjangan kontrak Freeport bisa diteken lebih awal sebelum tenggat waktu 2019. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Mineral dan Batu Bara, perpanjangan kontrak freeport baru bisa diajukan 2 tahun menjelang berakhirnya kontrak, yakni pada tahun 2019.[1]
Pada 1991, kontrak Freeport diperpanjang selama 30 tahun dengan opsi perpanjangan dua kali sepanjang 10 tahun. Dengan demikian, kontrak karya anak perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport Mc Morran, akan habis pada 2021. Ini merupakan perpanjangan kontrak kedua Freeport Indonesia setelah kontrak areal pertambangan emas di bumi Papua ini berakhir pada 1991. Saat itu, Freeport memperoleh kelonggaran hingga 2041. Pada 2014, pejabat Freeport sudah mulai kasak-kusuk, lobi sana lobi sini, agar perpanjangan kontrak Freeport bisa diteken lebih awal sebelum tenggat waktu 2019. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Mineral dan Batu Bara, perpanjangan kontrak freeport baru bisa diajukan 2 tahun menjelang berakhirnya kontrak, yakni pada tahun 2019.[1]
A. Pendapat Pakar
Tentang Perpanjangan Kontrak Freeport
1.
Sudirman
Said (52), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Kabinet Kerja.
Sudirman Said ingin memperpanjang kontrak freeport karena menurutnya:
“Pengambil alihan PT Freeport bukanlah perkara yang mudah. Dibutuhkan sumber
daya negara yang tidak kecil, termasuk kemampuan biaya yang nilainya fantastis.
Di Freeport, saat ini terdapat sekitar 32.000 pekerja Indonesia. Selain itu, 92
persen PDB Kabupaten Timika datang dari Freeport dan 34 persen PDB Provinsi
Papua juga dari Freeport. Setiap tahun 1,9 miliar dollar AS bisnis Freeport
jatuh ke pebisnis Indonesia. Jadi, ini tak ada kaitan dengan tekanan Amerika
Serikat dan sogok-menyogok. Sebelumnya sudah ada surat-menyurat, ada dialog.
James R Moffett (Chairman Freeport) sebenarnya bertemu Presiden untuk kedua
kalinya. Yang pertama pada bulan Mei dan yang kedua kemarin pada 6 Oktober menjelang
keputusan. Pertemuan itu hanya dihadiri oleh tiga orang, Presiden, James
Moffett, dan saya selaku Menteri ESDM. Pertemuan itu boleh dibilang hanya
memberikan satu usulan, satu kepastian bahwa pemerintah bermaksud memperpanjang
(kontrak), tetapi undang-undangnya belum memungkinkan. Karena itu, silakan
dicari jalan keluar yang logikanya sederhana saja. Indonesia sedang mengundang
begitu banyak investor. Mengapa kita tidak mempertahankan investasi sedang
berjalan, yang selama ini sudah memberikan keuntungan ekonomi? Bahwa ada
aspek-aspek lain di luar, misalnya aspek hukum tadi, kita kelola. Arahan
Presiden sangat jelas bahwa secara strategi investasi, kita menginginkan
investasi. Investasi siapa pun dan apa pun harus kita jaga supaya berlanjut.
Freeport salah satunya. Jadi tidak ada perlakuan khas atau perlakuan istimewa
sedikit pun terhadap Freeport.”[2]
2.
Pemerintah
Provinsi Papua, Lukas Enembe menyetujui perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia yang baru
ini hingga 2041.
Pemprov Papua setuju dengan perpanjangan kontrak ini karena keberadaan Freeport di daerah itu telah memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan pembangunan di Papua. Menurut Lukas, ada sekitar 7.700 orang asli Papua yang menumpukan hidupnya kepada Freeport, lalu Pemprov berkeinginan agar perusahaan tambang itu dapat membantu Bank Papua menjadi bank devisa. Caranya, kata dia, Freeport membuka rekening ekspor-impor di bank ini. Tak hanya itu, untuk lokal konten lainnya adalah pemprov berkeinginan agar Bandara Timika yang dikelola oleh Freeport bisa menjadi bandara milik pemerintah. "Apalagi Menhub menyetujui dan akan mengembangkan bandara tersebut lewat APBN," kata Lukas.
Keadaan ekonomi di Papua, juga menjadi alasan pemerintah provinsi memperpanjang kontrak karya Freeport. Bagaimana tidak, kata Lukas, Freeport memberikan kontribusi sebesar 46% untuk Papua yang diperoleh dari hasil tambang. Terlebih untuk Kabupetan Mimika, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak 91% berasal dari Freeport.[3]
Pemprov Papua setuju dengan perpanjangan kontrak ini karena keberadaan Freeport di daerah itu telah memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan pembangunan di Papua. Menurut Lukas, ada sekitar 7.700 orang asli Papua yang menumpukan hidupnya kepada Freeport, lalu Pemprov berkeinginan agar perusahaan tambang itu dapat membantu Bank Papua menjadi bank devisa. Caranya, kata dia, Freeport membuka rekening ekspor-impor di bank ini. Tak hanya itu, untuk lokal konten lainnya adalah pemprov berkeinginan agar Bandara Timika yang dikelola oleh Freeport bisa menjadi bandara milik pemerintah. "Apalagi Menhub menyetujui dan akan mengembangkan bandara tersebut lewat APBN," kata Lukas.
Keadaan ekonomi di Papua, juga menjadi alasan pemerintah provinsi memperpanjang kontrak karya Freeport. Bagaimana tidak, kata Lukas, Freeport memberikan kontribusi sebesar 46% untuk Papua yang diperoleh dari hasil tambang. Terlebih untuk Kabupetan Mimika, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak 91% berasal dari Freeport.[3]
3.
Hizbut
Tahrir, ketua DPP Indonesia, memberikan pertanyaan, “pernahka anda melihat
kendaraan pengangkut yang satu rodanya saja sebesar rumah?” menurutnya,
kendaraan itulah yang lalu lalang naik turun gunung ditambang emas Papua yang
dikuasai freeport. Hal itu ia ungkapkan sebagai gambaran supaya rakyat bisa
membayangkan betapa besarnya jumlah kekayaan logam berharga yang telah, sedang,
dan akan terus dikeruk freeport hingga 2041 nanti. Dan itu semuanya dilakukan
secara legal dan dilindung oleh undang-undang. Penyebabnya adalah, Indonesia
menganut sistem ekonomi kapitalisme yang memang memungkinkan hal itu terjadi.
Tidak ada satupun “dalil” dalam kapitalisme yang melarang individu ataupun
swasta baik dalam negeri maupun asing sekalipun, untuk menguasai tambang,
sebesar apapun itu.” Ungkapnya serius.[4]
4.
Dwi Condro Triono, pakar Ekonomi Syariah, mengatakan
“bahwa satu-satunya jalan untuk merebut gunung-gunung emas di Papua dari tangan
freeport adalah dengan mengganti sistem. Membuang kapialisme dan beralih ke
Islam. Rezim yang berganti dalam sistem yang sama, akan mewarisi semua
perjanjian-perjanjian, kontrak-kontrak, bahkan utang-utang yang dibuat rezim
lama. Sedangkan dalam sistem Islam, individu ataupun swasta apalagi asing haram
hukumnya menguasai tambang emas terbesar di dunia tersebut. Negara yakni
khilafah wajib mengelolanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dengan
sistem Islam, pemerintah akan mempunyai pijakan yang kuat dari Kitabullah dan
Sunnah Rasul untuk membatalkan semua kontrak dengan freeport yang sangat
merugikan Indonesia selama ini.[5]
B. Isu Sparatis
dan Sara
Sejak
indonesia merdeka yang diproklamirkan oleh Soekarno hingga mengukuhkannya
sebagai rezim orde lama, kemudian dilanjutkan dengan diktator ototitarian
Soeharto, hingga Rezim reformasi, kesejahteraan dan keadilan sosial nampaknya
tak kunjung datang ke tengah rakyat. Akhirnya, banyak bermunculan respon
resisten dari rakyat. Mulai gerakan demonstrasi, mogok kerja, bahkan hingga
gerakan pemisahan daerah secara politik (Separatis) serta tumbuh dan
berkembangnya paham-paham radikal. Resistensi itu hadir bukan sebagai keputusasaan
dari rakyat, melainkan hilangnya kepercayaan rakyat atas kehadiran negaranya. Tiap
fase dalam kepemimpinan rezim di negeri ini dipenuhi masalah yang menjadikan
rakyat sebagai tumbalnya.
Gerakan
separatisme sebenarnya masih menjadi pembahasan yang penting untuk dikaji dalam
konteks ekonomi dan politik negara ini. Satu sisi ia bertentangan dengan
konsepsi NKRI yang menjunjung kedaulatan, namun di sisi yang lain, jika
berkaitan dengan kemerdekaan dan HAM, ia menjadi sangat legal untuk dilakukan
sebagaimana pembukaan amanat UUD 45 tersebut. Persoalan di Papua sangat erat
dengan persoalan ekonomis. Hal itu tentu cukup rumit karena melibatkan
multinasional koorporation dan publik internasional secara umum. Akhirnya, isu
itu kemudian naik turun, tergantung eskalasi ekonomi nasional. hal itu kemudian
membuat negara menjadi mengambang, akhirnya rakyat Papua menjadi korban.
Keadilan dan kesejahteraan menjadi timpang dibanding kekayaan sumber daya alam
mereka. Gerakan rakyat Papua yang dianggap separatis nampaknya juga direspon di
beberapa daerah di Indonesia. Di Yogyakarta misalnya, gerakan mahasiswa Papua
yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua seringkali melakukan aksi
demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi dengan isu referendum atau menentukan
nasib sendiri. Respon untuk aksi itu pun datang secara beragam, bagi pihak yang
melakukan perjuangan pro demokrasi, hal itu dianggap wajar-wajar saja, sebab
merupakan bagian dari hak menyampaikan aspirasi dan HAM. Namun bagi beberapa
kalangan masyarakat DIY, hal itu dianggap sebagai ancaman keberagamaan yang
dijunjung tinggi masyarakat DIY dan keutuhan NKRI. Artinya, persoalan
separatisme memang masih menimbulkan perdebatan dan multi perspektif di mata
rakyat. Satu sisi dianggap ancaman, namun di sisi yang lain juga dianggap hak
berdemokrasi. Ini tentu menarik untuk dikaji secara ilmiah, kritis dan praksis.
Isu Sara dan separatisme akan menajdi acaman keberagaman jika kita meresponnya
dengan pendekatan yang represif. DIY yang menjunjung tinggi toleransi dan
keberagaman memang dituntut untuk memahami secara penuh terkait pola pendekatan
yang dilakukan dalam menyikapi kedua isu itu. Sebab kita semua pasti yakin,
bahwa sejauh apapun tindakan separatis dilakukan, pasti menyimpan motif
didalamnya.[6]
C. Sikap dalam Menghadapi Perdagangan Bebas dan
Menumbuhkan Rasa Nasionalisme
Perdagangan
bebas adalah konsep ekonomi, dimana penjualan produk dan barang serta jasa
antar negara tidak dikenakan pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan yang
dibuat oleh pemerintah dalam perdagangan antar individu dan perusahaan yang
berada di negara yang berbeda. Namun kerugian dari perdagangan bebas ini adalah
pabrik-pabrik dan industri terutama tekstil, makanan, mainan anak-anak akan
terancam gulung tikar akibat ketidakmampuan bersaing dengan barang sejenis yang
diproduksi negara lain terutama China. Bila pabrik-pabrik ini gulung tikar,
maka dikhawatirkan akan menyebabkan PHK bagi ribuan karyawan, yang pada
akhirnya berdampak pada keluarga dan juga memengaruhi stabilitas masyarakat.
Untuk itu, kita harus menyikapi hal ini dengan:
1. Meningkatkan
daya saing, pengamanan perdagangan dalam negeri serta penguatan ekspor.
2. Membuka
lapangan pekerjaan di bidang perikanan dan kelautan, karena seperti yang kita
ketahui tigaperlima bagian wilayah Indonesia atau 5,8 juta KM2 merupakan
perairan laut dan mempunyai 17.508 pulau dengan total panjang pantai sebesar
81.000 KM.
3. Pentingnya
penguasaan bahasa inggris.[7]
4. Menanamkan
nasionalisme, dengan cara sebagai
berikut.
a.
Peran
keluarga
1) memberikan pendidikan sejak dini tentang sikap nasionalisme dan
patriotisme.
2) Memberikan contoh atau tauladan tentang rasa kecintaan dan
penghormatan pada bangsa.
3) memberikan pengawasan yang menyeluruh kepada anak terhadap
lingkungan sekitar.
4) selalu menggunakan produk dalam negeri.
b. Peran Pendidikan
1) memberikan pelajaran tentang pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan dan juga bela Negara.
2) menanamkan sikap cinta tanah air dan
menghormati jasa pahlawan dengan mengadakan upacara setiap hari senin dan
upacara hari besar nasional.
3) memberikan pendidikan moral, sehingga para
pemuda tidak mudah menyerap hal-hal negatif yang dapat mengancam ketahanan
nasional.
4) melatih untuk aktif berorganisasi
c. Peran Pemerintah
1) Menggalakan berbagai kegiatan yang dapat
meningkatkan rasa nasionalisme, seperti seminar dan pameran kebudayaan.
2) Mewajibkan pemakaian batik kepada pegawai
negeri sipil setiap hari jum’at. Hal ini dilakukan karena batik merupakan
sebuah kebudayaan asli Indonesia, yang diharapkan dengan kebijakan tersebut
dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan patrotisme bangsa.
3) Lebih mendengarkan dan menghargai aspirasi
pemuda untuk membangun Indonesia agar lebih baik lagi.
4) Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa
kebangsaan kita harus dibangkitkan kembali. Namun bukan nasionalisme dalam
bentuk awalnya seabad yang lalu. Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali
adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi berbagaipermasalahan,
bagaimana bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan
kesewenang-wenangan, tidak korupsi, toleran, dan lain-lain. Bila tidak bisa,
artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari
kehancuran total.[8]
D. Analisa Penulis
Berdasarkan
data yang telah saya baca dan informasi yang telah saya paparkan, terkait
dengan perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia, saya rasa kita memang tidak
bisa memutuskan hubungan atau mengusir mereka (PT. Freeport) dengan begitu
saja. Karena, hubungan kerja sama yang sudah sangat lama serta dengan adanya perusahaan itu sarana di sekitar daerah itu (Timika,
Papua) dibangun, di sana juga ada lapangan kerja, ada bisnis ikutan, ada pajak,
ada industri, dan macam-macam. Lagian Indonesia juga membutuhkan investor, jadi
kenapa tidak mempertahankan yang ada? Lalu, berapa banyak yang dikeruk pihak
Amerika? Itu kan, konsekuensi dari perjanjian apa pun. Makin kuat kita menulis
perjanjian dengan pihak kontraktor dan developer, Indonesia makin mendapatkan
banyak. Tetapi, kan, situasi sekarang itu merupakan hasil kontrak yang dibuat
di masa lalu. Kemudian seperti yang dikatakan Menteri ESDM Sudirman Said, Tugas
kita adalah bagaimana meluruskan atau memaksimalkan benefit ke depan.
Karena itu, proses negosiasi diatur untuk mendapatkan benefit. Misalnya
kita ingin sebagian wilayah dilepas dan kita mendapatkan itu. Dari 200.000
hektar, sebanyak 120.000 hektar kita ambil alih kembali.
Sebagai
masyarakat Indonesia, tentu saya menginginkan kesejahteraan dan keadilan sosial
serta terpenuhinya segala hak saya oleh Negara. Namun, saya sadar dalam
mewujudkannya perlu kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat. Bukannya
hanya menuntut untuk dituruti segala kemauannya oleh pemerintah. Untuk itu,
sparatis adalah sikap yang tidak cerdas. Jangan hanya karna hak kita tidak
terpenuhi semua oleh Negara kita malah memisahkan diri, terpecah belah. Karena
Indonesia adalah Negara yang berdaulat, menjunjung tinggi toleransi, saling
bergotong royong, karna kita lahir di Negara Indonesia, makan dari bumi
Indonesia, disatukan dalam bahasa Indonesia, karna kita satu, Indonesia. Untuk
itu tumbuhkan kembali rasa nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air. Mari
bersama-sama kita hilangkan kemiskinan di Indonesia ini, dukung visi dan
misinya pemerintah, dan tegur pemerintah jika ia tidak sejalan dengan visi dan
misinya dengan melihat permasalahan yang ada bukan dengan satu sudut pandang.
Untuk
menghadapi perdagangan bebas adalah dengan mempersiapkan diri dengan sebaik
mungkin dan yang paling penting adalah dengan mencintai produk dalam negeri.
Daftar Bacaan
0 komentar:
Posting Komentar